Senin, 31 Desember 2012

Ku nanti senja dan rembulan



Kini ku menaruh hati padamu (lagi)
Lalu siapa yang kan di persalahkan?
Memori mu masih begitu (kuat) melekat di benak.
Sudah ku coba tuk lupakan, hapuskan, namun gagal (lagi).
Kamu seperti sihir kelekatan bayang. Fisik mu memang tak tampak, raut wajahmu pun seolah semu.
Tapi bayangmu menyihir alam bawah sadar ku.
***
Lalu salahkah aku?
Menikmati senja, dengan kedamaian. Bukan matahari dengan ceria
Tetap menanti sang bulan, di balik bayang malam
***
Kau begitu asik dengan masa lalu. Bermain-main dengan imaji dan bayang dirinya (lagi)
Kau (sengaja) menenggelamkan diri saat bermain dengan imaji mu, matahari mu, atau sinar nya.
***
Menatap mu di balik sudut ini. di balik  pekat ini.
Ah, kau pun tetap tak peduli.
Penghubung ku hanya doa dan harapan. Menatap bulan yang kini remang sinarnya.
***
Di sisa rasa
Pertahankan asa yang entah kapan padam.
Atau ku kan mati perlahan.
Membawa rasa yang terabaikan
***
Ah, ku benci cahaya...

Sabtu, 29 Desember 2012

ku pilih senja


ku memilih senja, bukan matahari
di penghujung cahaya, dengan ketenangan
menanti rembulan di pekat malam.

Penantian di balik bayang. Tersembunyi meski muncul matahari
Senja tetap setia. Dan rembulan adalah rebahku

 ***

Ku tak percaya cahaya. 

Jumat, 07 Desember 2012

Tanah seribu tangisan darah


Tanah seribu tangisan darah

Siang hari terik
Rudal itu menghantam
Hancur
Lebur
Setiap tanah yang kami pijaki bersama dengan harapan-harapan
Yang terus kami bawa dalam setiap tapak ini

Pagi kami siaga
Siang kami siaga
Sore kami siaga
Bahkan malam pun kami tetap terjaga.

Tiap detik
Menegangkan urat tubuh kami
Hidup seolah buruan yang terus di hantui
Kehilangan dan kematian

Kami kah para terhina
Hanya seharga sebuah peluru penuh darah
Kau runtuhkan rumah, masjid, sekolah, dan gedung gedung kami.
Tapi kau, tak kan pernah mampu kau runtuhkan
Spirit Qur’an tertanam dalam

***

TUHAN
Adikku tercinta kini tutup usia belia
Suara selongsong peluru menjadi suara perpisahan kita
Diantara malam penuh luka dan duka
Di tengah senyum miris bersama air mata

Manusia kah mereka?
Para angkatan bersenjata, dengan bangga emblem di tubuh mereka
Menodong senapan di hadap muka
Lalu menembak sesuka hati mereka

TUHAN
Patutkah ku menghujat?
Para biadab bersenjata
Membawa luka di antara langkah kaki mereka
Luka kami akan keluarga tercinta
Atau, di selongsong senapan mereka
Yang membawa ajal mendekat di pelipis kepala kami
Seolah berhak menghakimi diri yang penuh luka ini

TUHAN
Tak cukup kah ribuan tangisan kami, terdengar di setia sudut reruntuhan ini
Di setiap sela doa dan sujud kami
Tak cukup kah ribuan batu kami layangkan atas nama’jihad’?
Ketika mereka di luar sana acuh terhadap kami


Kami berjuang atas nama ilahi
Kala media sengaja menutupi
Fakta – fakta tersembunyi
Di balik semua ini

***

TUHAN
Lindungilah kami,
di tanah penuh tangisan dan darah ini

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Febri arif budianto
Jakarta, 07-12-2012


Rabu, 21 November 2012

Apa salahnya?



Apa salahnya dengan sebuah kesendirian? Menyudutkan diri. Menyingkir dari keramaian. Membuat ruang untuk diri. Aku membawa tubuhku yang entah melangkah atau bahkan menetap sejenak.

Aku lelah. Semua topeng yang terpasang, mengisyaratkan luka. Dindingnya retak, menyuarakan yang telah terjadi. Aku terdiam menatap tiap ekspresi yang terpancar.



*

Senja kini temani. Sejenak dalam remang cahaya, mengantar matahari ke peraduan, mendekati malam. Dan kesendirian.
Tak mengertikah? Kesendirian juga menjadi hal yang urgent dalam beberapa waktu. Kala ku sudah merasa.

Memberi ruang, memberi kesempatan, memberi batasan. Lihat beberapa orang yang berada di jalan, kalan hujan. Seolah menikmati kesendirian mereka yang di temani air yang jatuh karena langit rupanya sedang bersedih.
Mereka menikmati nikmatnya kesendirian yang terasa di tengah himpitan, untuk menunggu hujan. Acuh sekali memang, tak peduli dengan perasaan. Hanya hujan yang di pedulikan.


*
Jejak malam terlalu pekat.
Ku tenggelam dalam keadaan.
Menikmati diri yang muram

Rabu, 31 Oktober 2012

SAJAK ANAK MUDA






Hey blogger ! kali ini share sajak seorang penyair legendaris.
W.S. Rendra, seorang penyair legendaris. dan dalam sajak nya yang berjudul 
"Sajak anak muda"
-----------------------------


SAJAK ANAK MUDA

Oleh : W.S. Rendra
----------------------------------------------------
Kita adalah angkatan gagap
yang diperanakkan oleh angkatan takabur.
Kita kurang pendidikan resmi
di dalam hal keadilan,
karena tidak diajarkan berpolitik,
dan tidak diajar dasar ilmu hukum

Kita melihat kabur pribadi orang,
karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.

Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,
karena tidak diajar filsafat atau logika.

Apakah kita tidak dimaksud
untuk mengerti itu semua ?
Apakah kita hanya dipersiapkan
untuk menjadi alat saja ?

inilah gambaran rata-rata
pemuda tamatan SLA,
pemuda menjelang dewasa.

Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.
Bukan pertukaran pikiran.

Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,
dan bukan ilmu latihan menguraikan.

Dasar keadilan di dalam pergaulan,
serta pengetahuan akan kelakuan manusia,
sebagai kelompok atau sebagai pribadi,
tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.

Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.
Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,
tidak bisa kita hubung-hubungkan.
Kita marah pada diri sendiri
Kita sebal terhadap masa depan.
Lalu akhirnya,
menikmati masa bodoh dan santai.

Di dalam kegagapan,
kita hanya bisa membeli dan memakai
tanpa bisa mencipta.
Kita tidak bisa memimpin,
tetapi hanya bisa berkuasa,
persis seperti bapak-bapak kita.

Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat.
Di sana anak-anak memang disiapkan
Untuk menjadi alat dari industri.
Dan industri mereka berjalan tanpa berhenti.
Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa ?
Kita hanya menjadi alat birokrasi !
Dan birokrasi menjadi berlebihan
tanpa kegunaan -
menjadi benalu di dahan.

Gelap. Pandanganku gelap.
Pendidikan tidak memberi pencerahan.
Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan
Gelap. Keluh kesahku gelap.
Orang yang hidup di dalam pengangguran.

Apakah yang terjadi di sekitarku ini ?
Karena tidak bisa kita tafsirkan,
lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja.

Apakah artinya tanda-tanda yang rumit ini ?
Apakah ini ? Apakah ini ?
Ah, di dalam kemabukan,
wajah berdarah
akan terlihat sebagai bulan.

Mengapa harus kita terima hidup begini ?
Seseorang berhak diberi ijazah dokter,
dianggap sebagai orang terpelajar,
tanpa diuji pengetahuannya akan keadilan.
Dan bila ada ada tirani merajalela,
ia diam tidak bicara,
kerjanya cuma menyuntik saja.

Bagaimana ? Apakah kita akan terus diam saja.
Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum
dianggap sebagi bendera-bendera upacara,
sementara hukum dikhianati berulang kali.

Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi
dianggap bunga plastik,
sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi.

Kita berada di dalam pusaran tatawarna
yang ajaib dan tidak terbaca.
Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.
Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.
Dan bila luput,
kita memukul dan mencakar
ke arah udara

Kita adalah angkatan gagap.
Yang diperanakan oleh angkatan kurangajar.
Daya hidup telah diganti oleh nafsu.
Pencerahan telah diganti oleh pembatasan.
Kita adalah angkatan yang berbahaya.
------------------------------------------------------------------
Pejambon, Jakarta, 23 Juni 1977

Kamis, 04 Oktober 2012

Kesendirian dalam rintik "hujan"

Ketika ke sendirian ku di tengah keramaian. Di iringi rintik hujan dalam malam. Kabut tipis mewarnai jalan. Ku terdiam di pinggir hujan. 

Kau datang menghampiri. Membangkitkan kenang yang dulu sulit terpendam. 

Memancing semua memori emosi terdahulu. Hingga aku tetap termenung memandangi bayangmu. 

Kau hampir nyata dalam mimpiku. Tapi menjadi bias dalam nyataku. 

Mendekap seluruh kenang tentangmu, wanitaku.


Aku tubuh puisi yang sulit di mengerti. Dan kau segala emosi yang sulit kupahami. 

Aku memang hanya sebatas jalan kecil dalam cerita kompleks ini. yang sulit di telusuri karena duri di setiap inchi langkah ini.

Berjalan menuju sudut cahaya redup, saat kau mulai renggangkan dekap tanganmu.

Mulai hilang akal sehat ku saat kau palingkan matamu, bila ku hampiri dirimu.
Kau, sepintas jalan ceritaku.

Dengan beberapa duri dalam langkah.

Ku tahan nanah yang keluar dari setiap tetes luka kaki, saat berjalan denganmu. 

Ku sembunyikan tiap tetes airmata tertahan saat hujan mengguyurku.

Ku simpan rapat belati, tuk menusuk hatiku. Dikala kau mulai merobeknya secara perlahan dengan caramu.
Dan kan ku hujamkan dadaku. Hingga mati rasaku. Hingga ku terlupa rasa denganmu.



Ya, dalam “kesendirian ku di tengah rintik hujan”.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Created by : @febri_arif_b

Minggu, 02 September 2012

Mbok tuo , manusia berumur 125 tahun


Kalau bicara soal umur. Tentu tidak ada yang tau pasti bukan? Cuma sang pencipta yang mempunyai catatan-catatan batas umur manusia.
Saya ada sedikit cerita yang behubungan dengan umur seorang manusia. Cukup kaget dan ini jadi pelajarng bagi saya sendiri.

Beberapa hari lalu, tepatnya 4 hari setelah idul fitri. Saya  mengetahui ada suatu hal yang menurut saya, ini adalah hal yang langka sekali. Terlebih di jaman sekarang ini sudah jarang yang mau peduli dengan hal yang seperti ini. bertempat di derah Boyolali, jawa tengah, dekat umbul tlatar. Atau wisata mata air tlatar yang ada di boyolali.

Mbok tuo (Ibu tua;red) begitulah sering di panggil oleh orang sekitar. Termasuk ayah, nenek dan kakek saya memanggil beliau dengan sebutan mbok tuo. Dan beliau adalah mbah buyut saya. Bisa di bilang beliau adalah orang tua dari kakek dan nenek saya. Menurut cerita, mbok tuo sudah berumur 125th. Dan sudah merasakan hidup sejak indonesia belum merdeka, sampai sekarang ini beliau masih hidup. Sekilas saya mengira mbok tuo, berumur 70/80th. Tapi setelah suadara saya yang merawat mbok tou di rumahnya itu bercerita tentang mbok tuo yang ternyata berumur 125th. Sontak saya kaget.

Menurut yang di ceritakan. Mbok tuo pernah beberapa kali di datangi oleh wartawan memberitakan tentang dirinya. Ya, tentu saja dengan umur nya yang sudah lebih satu abad. Banyak kontroversi tentang dirinya. Mbok tuo tidak ingat dan tidak tau pasti kapan dan tanggal berapa ia di lahirkan. Yang ia ingat hanya hari lahir menurut  tanggalan jawa. Tubuhnya sudah cukup rapuh saat ini. kakinya tidak lagi mampu di gerakkan. Hingga ia hanya duduk dan tertidur di tempat tidurnya.

Dan ini lah beberapa foto mbok tuo :’) mbah buyut ku :

yang ada di sebelah kiri. itu kakek saya, dan yang di sebelah kanan itu, itulah mbok tuo. foto ini saya ambil ketika saya berkunjung ke rumah mbok tuo 















mungkin di antara pembaca, ada yang kurang percaya ini betul-betul info yang benar atau tidak.  itu kembali lagi pada persepsi anda semua. saya hanya ingin berbagi, karena ini suatu pembelajaran buat kita yang masih hidup. umur panjang bukan jaminan kita hidup bahagia. tetapi jangan sampai berbahagia bila tak punya umur panjang #halahhhh.
dan foto ini asli saya yang mengambilnya. kalau tidak percaya. saya punya data foto asli nya. atau mungkin anda mau saya antar ke sana. hahaha

by : admin hitakberam 
email : hitakberam@gmail.com

Open Panel

anda pembaca ke