Ku lihat peluh mu yang terus mengalir, bersama dengan
keringat yang kau sembunyikan. Lelahmu kau pendam, senyum kau pancarkan. Kau hanya
ingin anak mu ini merasa nyaman di dekatmu.
Mungkin aku yang telah lancang, telah menyita sebagian
waktuku tuk berbagi dengan duniaku di luar sana, mengkhawatirkan segala bentuk
kegiatan yang membuatku lupa tentangmu, ibu. Terlampau menikmati dunia yang
kini ku naungi, beranjak hanya seorang mahasiswa biasa, melakoni semua alur
akademika dengan jalan yang semestinya. Namun semua perlahan berubah, sedikit
demi sedikit aku terbawa arus organisasi. Nyaman ku dapat dari atmosfer di luar
sana, membawa rasa ingin tahu ku tuk menelusuri jejak yang membuatku nyaman,
lalu perlahan aku lupa akan rumah.
Pergi saat gelap, pulang pun tambah pekat. Rasa lelah yang
terkadang ku tampakkan ketika kubuka pagar rumah, lalu perlahan masuk menuju
rumah. Kau hanya sekedar khawatir, khawatir layaknya seorang ibu, yang ingin
memastikan anaknya selalu dalam lindungan yang “Maha Kuasa”.tanpa ku sadar,
nada tinggi yang kukeluarkan untuk membalasnya, kau pun semakin naik darah, dan
kita, akhirnya terdiam masing-masing di keheningan malam. Mengeluas dada
masing-masing, merasakan sakit masing-masing. Tapi sakit ku, kurasa tak
sebanding dengan sakitmu, yang selalu menungguku di depan pintu, atau duduk di
sofa lalu tertidur karena lelah menungguku pulang. Tertidur dengan hati yang
tak tenang, meski mata terpejam, yang rupanya hanya tuntunta tubuh yang kini
mulai memasuki masa senja.
“kamu kapan liburnya nak, sabtu minggu pun kau masih saja
pergi. Tak ada waktukah sedikit? Setidaknya temanilah adik tuk hari ini saja.
adikmmu akhir-akhir ini sering bertanya, kapan kau libur dan kapan kau pulang”
Oh Tuhan. Mematung aku dengan kalimat itu.
Adikku kini bahkan diam-diam merindukan kakaknya yang
terlampau sibuk dengan dunianya. Meninggalkan rumah, lalu pulang di malam
gelap, sedangkan ia sedang tertidur lelap. Ibuku yang berbaring di sampingnya, memeluknya
dengan hangat, persis seperti aku kecil dahulu. Ya, itu dahulu saat aku menjadi
putra kecilnya yang nakal,menggelayut mesra di pelukan ibu, atau tertidur pulas
di pangkuannya yang hangat dan penuh cinta, sambil sesekali aku memegang rambut
ibu yang halus dan harum. Dan kini perubahan terjadi,rambut itu perlahan
memutih, mulai dari pangkalnya yang memudar warnanya, yang kulihat saat
merepas jubah sesaat ia selesai salat,
dengan iringan doa yang panjang. Yang berisi tentang keluarga dan anak-anaknya.
Tuhan. Sudah berapa lama aku tak memperhatikannya, seolah
acuh aku padanya. Melihat warna putih yang mulai muncul padanya, mulai muncul
rasa takut kehilanganku akan sosok dirinya.
Sosok wanita yang akan ku cinta sepanjang masa. :*
-------------------------------------------------
Di tulis dengan cinta, oleh anakmu
27, Januari, 2013
21.22
0 komentar:
Posting Komentar